Postingan

Bandara

Sore ini, aku mengingat bagaimana aku sudah meninggalkan rumah pada pagi hari untuk menemuimu. Iya, aku mengingat bagaimana aku bisa berakhir di bandara untuk mengantarmu. Ayy, dulu aku membenci tempat-tempat seperti terminal, stasiun kereta, bahkan rumah sakit sekalipun. Aku membencinya karena aku diharuskan mengantar kepergian seseorang tanpa pernah mendapat kepastian mereka akan kembali pulang. Namun pagi itu, aku tidak percaya bahwa aku berada di bandara untukmu. Aku mengingat bagaimana suhu pagi itu yang membuatku gigil. Aku mengingat betapa meronanya matahari yang sedang terbit, juga bagaimana resahnya kita karena waktu terasa semakin sempit dan kita akan berjarak ribuan kilometer jauhnya. Aku mengingat bagaimana raut wajahmu saat menatapku, aku mengingat genggaman tanganmu yang hangat, juga peluk yang malu-malu. Sayang, seperti yang kamu katakan bahwa dua bulan hanyalah waktu yang singkat dan kau akan segera kembali untuk menemuiku. Saat ini, juli sudah hampir berakhir sayan

Harap

Baru dua bulan kamu meninggalkan kota ini namun rasanya sudah begitu lama. Semoga juli berakhir dengan baik, semoga juli berlalu dengan cepat dan kita segera bertemu kembali. Segala rumitnya isi kepala hanya akan mereda ketika kita bertemu nanti, ketika kita sudah menemukan jalannya. Aku sedang menantikan kedatanganmu, aku menantikan peluk hangat yang ku dambakan setiap saat. Aku merindukanmu Sen, sangat merindukanmu. Dua bulan tanpamu, yang ku lakukan hanyalah merawat debar yang ada; menyirami rasa serta mengingat tentang semenyenangkan apa kota ini saat bersamamu. Nanti, jika sudah waktunya untuk bertemu kembali. Akan ku dekap segala penat yang selama ini membebanimu. Mari saling meringankan beban yang ada, aku tak ingin kau merasakan sakit sendirian. Kau hanya perlu mengingat bahwa aku akan selalu ada, bahwa segala ku adalah milikmu. Aku tak akan meninggalkanmu sendirian. Aku ingin menemanimu tumbuh, aku ingin menemanimu berproses. Aku akan menunggumu sayang. Akan ku temani ha

SENA DAN SEMESTA

Seseorang pernah mengatakan padaku bahwa semesta tak selalu buruk, akan selalu ada hal-hal mengagumkan yang akan kita lewati, akan ada bahagia yang kamu damba-dambakan. Aku menyetujuinya, aku setuju bahwa seseorang memiliki waktunya masing-masing. Seperti saat ini, rasanya sudah lama sekali aku tak merasakan bahagia seperti ini. Ayy, jika suatu waktu nanti aku membuatmu kesal dan rasa-rasanya kamu ingin berhenti. Maka tolong bicaralah denganku, katakan segala hal yang ada dikepalamu itu. Lalu, mari kita cari jalan keluar, jalan keluar yang terbaik. Sejauh ini, aku tak ingin kehilanganmu lagi. aku ingin kita menyelesaikan sesuatu tanpa menyerah dengan ‘kita’. Aku tau, akan selalu ada perempuan yang lebih dariku. Akan selalu ada persimpangan yang membuat kita saling meragukan. Perjalanan kita memang masih panjang dan kita tidak akan pernah tau seperti apa akhirnya nanti. Namun, aku ingin kita terus berusaha. Denganmu, aku ingin berakhir sebaik mungkin. Semesta ku memang bukan tenta

Dear SSP

Beberapa bulan terakhir aku jatuh hati pada seseorang. Dia laki-laki yang menyenangkan juga mengesalkan dalam satu waktu. Dia memberiku keberanian untuk memulai, dia membawaku ke tempat yang lebih berwarna dari sebelumnya. Segalanya memang terasa tiba-tiba, aku tiba-tiba mempercayakan seluruhku padanya. Aku jatuh hati dan tak ingin melepasnya. Aku berharap, semoga semesta tidak sedang mengajakku bercanda. Aku tidak ingin kehilangan, aku tidak mampu melepaskannya kembali. Aku berdoa agar segala tentangmu tidak cepat memudar. Aku ingin membersamaimu dalam banyak hal, dalam waktu yang lama. Aku ingin kita tidak mudah untuk saling menyerah dan melepaskan. Aku tau ini tidak mudah bagimu, begitupun denganku. Namun, aku ingin menahan pergimu, aku tidak ingin kehilanganmu, aku tidak ingin kita menyerah. Aku ingin menjadi tempatmu berpulang, tempatmu merebahkan segala rumitnya isi kepala. Aku ingin memahami banyak hal tentangmu, tentang duniamu. Juga tentang isi kepalamu Sen. Aku ingin menutupi

AKHIR

Aku sudah sampai di akhir cerita. Dan mungkin, ini akan menjadi tulisan yang terakhir. Maaf jika semalam, aku terkesan egois dan keras kepala. Entahlah, aku hanya merasa kecewa juga hampa. Segala hal yang terjadi belakangan ini menguras banyak tenaga dan pikiranku. Ada banyak sekali hal yang tidak bisa ku sampaikan kemarin, itu sebabnya aku menulis ini. Aku tak pernah menyesal mengenalmu, aku tak pernah menyesal sudah menghabiskan banyak waktu untuk berada disampingmu, dan terima kasih atas segala hal yang sudah terjadi. Terima kasih sudah membantuku menjadi perempuan yang lebih tangguh. Untukmu, aku hanya ingin kamu bahagia. Ku harap, semesta akan membantumu melewati segala hal buruk dengan baik. Aku tak pernah membencimu bahkan sampai detik ini, aku hanya perlu waktu untuk berdamai dengan diriku sendiri, dan kau harus tau itu. Maaf, jika semalam aku membuatmu terluka namun percayalah aku tak pernah berniat melakukannya. Aku hanya mengutarakan sesak yang selama ini ku simpan. Tu

JEDA

Denganmu adalah pertaruhan paling besar yang pernah ku lakukan. Pertaruhan paling menyenangkan juga menyakitkan. Aku ingin mengajukan satu pertanyaan untukmu, menurutmu ini sudah tahun ke berapa sejak kita sedekat ini? Satu tahun? Dua tahun? Atau kamu punya jawabannya sendiri? Aku masih seperti ini, sejak kau pergi dengan meninggalkan kata –kata “Maaf, maaf karena aku sudah salah. Kamu harus bahagia, bahagia selalu ya.”. Aku tak pernah melupakannya, jelas, kau tau? hari itu aku dihibur banyak orang karena tiba-tiba menangis waktu jam kerja. Sudah beberapa tahun yang lalu dan hari ini aku masih disini. Aku masih menjadi perempuan keras kepala yang menunggumu kembali. Jika seseorang bertanya, mengapa aku menunggumu selama ini. Entahlah, aku juga tak mampu memberinya penjelasan atau bahkan sebuah jawaban. Entah aku yang terlalu bebal perihal rasa, atau mungkin karena aku memang tak pernah berusaha untuk beranjak pergi darimu. Harus ku akui, bahwa segala hal tentangmu selalu ku rawat denga

Tentang rasa

 Suatu hari, aku pernah memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini. “Bagaimana jika waktu itu kita baik-baik saja? Apa yang akan terjadi hari ini?” “Apa yang saat ini sedang kita perdebatkan? Jarak? Waktu? Atau temu?” “Bagaimana dengan rasa yang kita miliki? Apa sudah berubah?” Namun, tak ku lanjutkan karena waktu itu kita memilih berhenti dan menyudahi segalanya. Lalu, apa kamu tau apa yang ku pikirkan selanjutnya? “Andai waktu itu kamu tidak menghubungiku, apa yang terjadi?” “Apa kita akan tetap baik-baik saja seperti hari ini?” “Atau akankah kita menjadi dua orang asing yang saling membelakangi?” Entahlah, aku tak mengerti kenapa tiba-tiba muncul banyak pertanyaan dalam isi kepalaku. Namun, aku bersyukur karena waktu itu aku membalas pesan singkatmu. Sebab hari ini tak akan pernah terjadi, jika waktu itu aku memilih abai. Aku pernah menunggu seseorang membalas pesan singkat pada dini hari, padahal sebelumnya jam tidurku selalu teratur. Aku berusaha menjadi pendengar yang