Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Dear Sena

Dear sena, apa kau tak bahagia memilikiku? Apa rasaku tak cukup kau jadikan alasan untuk tetap tinggal? Kenapa kau meminta ku untuk pergi menjauh? Kenapa kau memilih untuk mengakhiri meski tak ada masalah sebelumnya? Kau pikir itu mudah bagiku? Sayang, ada apa denganmu? Kau pernah membuatku kecewa dengan memilih perempuan lain, kau memang mengikat hubungan denganku, namun rasamu bukan tentangku saja, aku tak menyangka kau sedang jatuh hati dengan perempuan lain. Saat ku tanya kenapa kau setega itu denganku, kau bilang kau muak dengan cemburuku. Ayolah, tak ada perempuan yang baik-baik saja ketika laki-lakinya sedang bersama perempuan lain. Kau ingat waktu perdebatan itu kau mengatakan bahwa hatimu sudah tak meragukanku lagi. Hingga waktu itu aku memilih untuk tetap tinggal, melupakan segala salahmu, dan mempercayaimu kembali dengan harapan kau benar-benar bisa berubah lebih baik lagi. Nyatanya aku salah. Seharusnya aku sudah berhenti untuk mempercayaimu lagi, seharusnya aku t...

Aku bisa apa?

Jika pada awalnya rasamu yang menggebu-gebu, lalu kenapa pada akhirnya kamu memilih untuk berhenti? Jika pada awalnya kamu memperjuangkanku dengan sangat, lalu kenapa pada akhirnya kau begitu mudah melepaskan? Bukankah katamu membuatku percaya begitu sulit? Lalu kenapa saat aku mulai mempercayaimu kamu malah mengecewakan? Bahkan kamu begitu mudah melepaskanku? Jika pada akhirnya hanya aku yang menyayangimu, aku bisa apa? Aku tak mungkin bisa menuntutmu untuk selalu bersamaku. Perempuan ini, perempuan yang pernah kau percaya untuk menjaga hatimu, perempuan yang kabarnya selalu kau nantikan, perempuan yang selalu tersenyum mendengar leluconmu, kini ia menjadi begitu lemah. Ia begitu tak berdaya, untuk memintamu sekedar tinggal, ia tak bisa. Ia tak bisa setega itu merebut kebahagiaanmu hanya untuk kesenangannya sendiri. Keputusanmu untuk pergi dan memintaku menjauh bukanlah hal yang mudah untukku. Mudah saja untuk meng-iyakan permintaanmu, namun bukan seperti ini mau ku. Hatiku ...

Bagaimana?

“Aku udah terlanjur sayang sama kamu, berat untuk melepasmu. Tapi kalau memang harus ku lepas, maka akan ku gapai lagi. Aku akan melepasmu, ketika dirimu tak lagi menginginkanku” begitu ucapmu pada malam itu. Jika boleh, aku ingin sekali menanyakan kemana semua kata-kata itu pergi? Aku, masih perempuan yang sama. Perempuan yang suka senyum-senyum sendiri saat kau puji, perempuan yang suka kau ganggu, perempuan yang suka kau ajak membahas topik berat tiap malam. Hei!!! Anak beruang ini merindukan beruang laki-laki yang suka semangkuk bubur kacang ijo yang katanya anggap saja semangkuk bubur kacang ijo itu setara dengan nasi dua kilo. Katamu kau takut menjadi laki-laki yang pernah menjadi kekasihku. Laki-laki yang menyakitiku, lalu ku tinggalkan. Kau salah, mereka menyakitiku tapi aku tetap menyimpan segala rasa untuknya, hanya saja aku mengemas semua rasa itu dengan begitu sempurna, hingga yang tampak bukanlah sebuah rasa cinta namun benci. Satu hal lagi sayang, jika denganmu ...

Titik Jenuh

Kau sudah memberiku titik terang bahwa seharusnya aku berhenti. Berhenti untuk memperdulikanmu, berhenti untuk mencari keberadaanmu, serta berhenti untuk merindukanmu. Kau tau? Ada begitu banyak harapan yang ku langitkan, berharap semesta mendukungku. Namun,segalanya terasa semakin menyakitkan. Sudah waktunya bagiku untuk berhenti, aku lelah selalu berteman dengan harapan, aku lelah selalu menantimu namun kau tak kunjung datang, aku lelah dengan segala yang terjadi. Mungkin, hari ini aku sudah sampai dititik jenuh, dimana segalanya terasa sia-sia, berbulan-bulan aku tak berhenti untuk memikirkanmu, menangisimu setiap malam. Aku sudah benar-benar jenuh dengan segala hal. Namun, berkali-kali juga semesta berhasil membuatku bingung. Kenapa tidak kita sudahi saja semuanya? Aku butuh sebuah kepastian sayang. Jangan mengulur waktu lagi, jika pada akhirnya kau pergi. Jangan membuatku merasa masih memiliki tempat dihatimu, jika pada akhirnya tempatmu pulang bukanlah hatiku. Namun jika ra...

Selepas Pergimu

Kenapa kau mengulur waktu untuk pergi, jika pada akhirnya kau meninggalkanku? Apa kau tau? Saat kau memintaku untuk menjauh, pada detik itu juga segala pertahananku runtuh begitu saja. Waktu itu, aku benar-benar tak mengerti,  bukankah sebelumnya kita baik-baik saja? Lalu kenapa semuanya begitu tiba-tiba? Kau tiba-tiba pergi tanpa memberiku kesempatan untuk bertanya. Apa ini alasanmu sering mengabaikan pesan serta rinduku? Apa ini alasanmu terasa begitu asing bagiku? Aku mulai mengerti, itu semua hanya alasanmu mempersiapkan diri untuk pergimu. Lalu bagaimana denganku? Kau tak pernah memberiku kesempatan untuk mempersiapkan kepergianmu. Jika pada akhirnya bukan aku tempatmu berpulang, maka baiklah tak masalah.  Namun aku benar-benar tak mengerti, semua terasa begitu rumit. Kenapa semesta serumit ini? Semesta yang membuatku jatuh hati padamu, lalu kenapa semesta merenggut rasaku? Apa salahku? Kenapa kau pergi? Kenapa pergimu membuatku benar-benar begitu patah? Kau jaha...