Bagaimana?
“Aku udah terlanjur sayang sama kamu,
berat untuk melepasmu. Tapi kalau memang harus ku lepas, maka akan ku gapai
lagi. Aku akan melepasmu, ketika dirimu tak lagi menginginkanku” begitu ucapmu
pada malam itu. Jika boleh, aku ingin sekali menanyakan kemana semua kata-kata
itu pergi?
Aku, masih perempuan yang sama.
Perempuan yang suka senyum-senyum sendiri saat kau puji, perempuan yang suka kau
ganggu, perempuan yang suka kau ajak membahas topik berat tiap malam. Hei!!!
Anak beruang ini merindukan beruang laki-laki yang suka semangkuk bubur kacang
ijo yang katanya anggap saja semangkuk bubur kacang ijo itu setara dengan nasi dua
kilo.
Katamu kau takut menjadi laki-laki yang
pernah menjadi kekasihku. Laki-laki yang menyakitiku, lalu ku tinggalkan. Kau
salah, mereka menyakitiku tapi aku tetap menyimpan segala rasa untuknya, hanya
saja aku mengemas semua rasa itu dengan begitu sempurna, hingga yang tampak
bukanlah sebuah rasa cinta namun benci. Satu hal lagi sayang, jika denganmu
semua ganjilku tergenapkan, maka aku tak memiliki sebuah alasan untuk pergi
meninggalkanmu.
Namun sekarang, segalanya telah berubah.
Kau pergi meninggalkanku, bahkan aku tak mengerti kenapa kau memutuskan untuk
pergi. Laki-laki yang menyuruhku untuk menjauh itu sangat berbeda dengan
laki-laki yang senantiasa ingin berada di dekatku. Ah, aku jadi merindukannya.
Merindukan laki-laki yang akan berinisiatif menemaniku saat aku termenung
sendirian.
Sudah berbulan-bulan aku dan kamu
berjalan masing-masing. Dan selama itu pula aku ingin mengeluh kepadamu.
Bukankah kau pernah mengatakan bahwa setelah melepasku, kau akan menggapaiku
lagi? Bahkan jika aku mengatakan aku masih menginginkanmu apa kau masih mau
memperjuangkan kita lagi? Kali ini aku dan kamu yang akan berjuang, bukan satu
diantara kita.
Bukankah kau masih sangat paham
bagaimana rasaku? Lalu kenapa kau masih berdiam diri disana? Kenapa kau tak
menggajakku untuk sama-sama berjuang kembali? Aku masih berdiri disini,
menunggumu menggenggam jemariku kembali, kemarilah. Atau harus aku yang berlari
menujumu? Aku bisa melakukannya, asal berjanjilah bahwa keputusanku untuk berlari
menghampirimu bukan sesuatu yang salah.
Saat ini aku tak mengerti apa yang harus
ku lakukan. Menunggumu menggenggam jemariku kembali, atau justru menyerah untuk
menunggumu? Coba katakan apa yang seharusnya ku lakukan. Sayang, apa kau tak
ingat betapa bahagia kita dulu? Dua orang yang tak akan saling menanggalkan, meski
sedang berbeda pendapat. Dua orang yang tetap saling peduli, meski harus
merasakan lara. Jadi bagimana? Aku bisa menunggu, jika kau pun mampu memberiku
alasan untuk tetap tinggal. Namun jika sebaliknya, maka maaf, aku tak bisa bertahan disini.
Komentar
Posting Komentar